Jumat, 27 Maret 2015

HARUSKAH MUSLIMAH BERPAKAIAN HITAM ?

HARUSKAH JILBAB HITAM ?

Warna jilbab yang dikenakan oleh muslimah ketika keluar rumah.

هل هناك لون معين يجب أن ترتديه المرأة عند خروجها، أي لا بد مثلاً أن ترتدي جلباباً أسوداً مع تغطية الوجه، أم ليس هناك لون معين يجب أن تتقيد به؟

Pertanyaan, “Apakah ada warna tertentu yang wajib dikenakan oleh seorang muslimah ketika keluar rumah? Dengan kata lain, harus memakai jilbab berwarna hitam disamping menutup wajah ataukah tidak ada warna tertentu yang wajib dipatuhi oleh seorang muslimah?”

ليس هناك لون معين يجب أن تتقيد به، إلا أنه يكون من الألبسة التي لا تلفت النظر ولا تسبب الفتنة، تكون ملابس عادية ليس فيها ما يلفت النظر ويسبب الفتنة بمن يراهن،

Jawaban Ibnu Baz, “Tidak ada warna tertentu yang wajib dipatuhi oleh seorang muslimah. Yang jadi ketentuan adalah hendaknya pakaian seorang muslimah adalah pakaian yang tidak menarik pandangan lawan jenis dan tidak menyebabkan adanya lelaki yang tergoda karenanya. Dengan kata lain, warna pakaian yang dipakai adalah warna yang lazim (baca:umum dipakai) sehingga tidak menarik perhatian lawan jenis dan tidak menyebabkan laki-laki yang memandangnya menjadi tergoda.

لأن الله قال -جل وعلا-: وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى[الأحزاب: 33]،

Dalil masalah ini adalah firman Allah yang artinya, “Dan tinggallah kalian wahai para wanita di rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagai tabarruj ala jahiliah dulu”(QS al Ahzab:33).

قال العلماء: التبرج: إظهار المحاسن والمفاتن من المرأة،

Menurut para ulama tabarruj adalah perilaku seorang wanita yang menampakkan keindahan tubuhnya atau hal-hal yang bisa menggoda lawan jenis (termasuk di dalamnya adalah warna pakaian, pent).

فاللباس العادي أسود أو غير أسود، أحمر أو أزرق أو أخضر إذا كان لباساً عادياً ليس فيه زينة تلفت النظر، ولا جمال يلفت النظر، فهذا هو الذي ينبغي،

Warna pakaian yang lazim dipakai di tengah masyarakat baik berwarna hitam atau bukan hitam baik merah, biru atau pun hijau asalkan warna yang lazim dan pakaian tersebut tidak diberi motif atau renda-renda yang menarik pandangan lawan jenis serta tidak diberi hiasan-hiasan yang menarik pandangan lawan jenis. Inilah pakaian yang sepatutnya dikenakan oleh seorang muslimah.

وكذلك الملابس الداخلية تكون مستورة، بهذا الجلباب وبهذا العباءة مع ستر الوجه واليدين والقدمين حتى تكون بعيدة عن الفتنة،

Kriteria lain yang harus dipenuhi oleh pakaian seorang muslimah adalah pakaian dalamannya harus tertutup oleh jilbab panjang atau abaya (pakaian khas wanita saudi pent) di samping itu wajah, dua telapak tangan dan dua telapak kaki harus tertutup sehingga wanita tersebut tidak menjadi sumber godaan bagi laki-laki.

ولا مانع من أن يكون الجلباب يحصل مع يكون الخمار يكون معه نظر، لا بد من تمكنها من النظر حتى تعرف طريقها، أو تكون هناك عين واحدة مفتوحة، أو العينان حتى تعرف الطريق، مع ستر البقية.

Tidaklah terlarang jika jilbab panjang tersebut di samping ditambah dengan khimar (kerudung dalaman) juga ditambah dengan kain tipis yang berfungsi untuk melihat jalan. Keberadaan kain tipis tersebut adalah sebuah keharusan sehingga muslimah tersebut bisa melihat sekelilingnya dan tahu jalanan yang dilewati.

Jika tidak diberi kain tipis untuk melihat maka bisa dengan membiarkan satu atau dua mata terbuka sehingga bisa melihat jalan yang dilewati asalkan bagian badan selain mata tetap tertutup rapat dengan baik”.

http://www.ibnbaz.org.sa/mat/18614


Haruskah Muslimah Memakai Hitam-hitam Menyeramkan

Tentang pakaian syuhroh Ibnul Atsir -sebagaimana yang dikutip oleh asy Syaukani dalam Nailul Author juz 2 hal 470- mengatakan,

الشهرة ظهور الشيء ، والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم والتكبر

“Syuhroh adalah sesuatu yang menonjol. Yang dimaksud dengan pakaian syuhroh adalah pakaian yang menyebabkan pemakai menjadi kondang di tengah-tengah masyarakat disebabkan warna pakaiannya menyelisihi warna pakaian yang umum dipakai masyarakat. Akhirnya banyak orang menatap tajam orang yang memakai pakaian tersebut dan pemakainya sendiri lalu merasa dan bersikap sombong terhadap orang lain”.

Dalam kutipan di atas terdapat indikator pakaian syuhroh yaitu banyak orang menatap tajam orang yang memakainya. Hal ini menunjukkan bahwa jika suatu jenis pakaian itu kurang umum atau kurang familiar , alias kurang memasyarakat di suatu daerah namun orang-orang di daerah tersebut menganggapnya wajar sehingga tidak ada sorotan mata yang tajam ditujukan kepada orang tersebut maka pakaian itu bukanlah pakaian syuhroh yang tercela.

Dalam kutipan di atas juga disampaikan dampak buruk dari pakaian syuhroh yaitu menimbulkan perasaan dan sikap sombong orang yang mengenakan terhadap orang-orang di sekelilingnya.

Perkataan Ibnul Atsir di atas jelas menunjukkan adanya pakaian syuhroh yang tercela gara-gara masalah warna pakaian. Warna pakaian yang nyleneh dengan umumnya warna pakaian di suatu masyarakat dinilai oleh Ibnul Atsir sebagai pakaian syuhroh yang tercela.

Lantas bagaimana dengan warna hitam yang suka dipakai oleh sebagian muslimah di negeri kita, apakah tergolong termasuk pakaian syuhroh yang tercela?

Jawaban masalah ini bisa kita jumpai rubrik tanya jawab Majalah As-Sunnah Solo tepatnya pada edisi 5 tahun XIII Sya’ban 1430 atau Agustus 2009 pada halaman kelima dengan judul “Soal Warna Baju”.

Redaksi Majalah As Sunnah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Ana mau menanyakan apa hukum berpakaian bagi seorang muslimah dengan warna pakaian terang. Apakah ada hadits yang menyatakan berpakaian warna gelap disunahkan? Terkait di Indonesia misalnya, yang sudah menjadi hal umum berpakaian berpakaian warna terang. Apakah bisa dijadikan dalil pemborehan yang berbeda dengan muslimah di negara-negara Arab? Mohon penjelasannya. Jazakumullahu khair” Amri, Samarinda +62852483xxxxx

Berikut ini jawaban redaksi majalah As Sunah atas pertanyaan di atas, “Seorang wanita muslimah boleh memakai pakaian berwarna terang selama tidak menimbulkan fitnah (baca: godaan terhadap lawan jenis, ed) berdasarkan beberapa riwayat dari para wanita salaf [riwayat-riwayat ini bisa dilihat di dalam kitab Jilbab Mar’atil Muslimah, hlm 121-124; karya Syaikh al Albani].

Namun sepantasnya meninggalkan pakaian berwarna terang yang menarik perhatian atau berwarna-warni yang menarik hati laki-laki. Karena tujuan perintah berjilbab adalah untuk menutupi perhiasan. Kalau jilbab/pakaian itu sendiri dihiasi dengan renda, bros, aksesori, warna-warni yang menarik pandangan orang maka ini bertentangan dengan firman Allah azza wa jalla,

ولا يبدين زينتهن

“Dan janganlah para wanita mukminah itu menampakkan perhiasan mereka” (QS an Nur/24:31).

Ummu Salamah-radhiyallahu ‘anha- berkata,

لما نزلت: يدنين عليهن من جلابيبهن خرج نساء الأنصار كأن علي رؤوسهن الغربان من الأكسية

Ketika turun firman Allah (yang artinya), “Hendaknya mereka (wanita-wanita beriman) mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS al Ahzab/33:59) wanita-wanita Anshar keluar seolah-olah pada kepala mereka terdapat burung-burung gagak karena warna (warna hitam-red) kain-kain (mereka). HR Abu Daud no 4101; dishahihkan oleh Syaikh al Albani.

Hadits ini menunjukkan bahwa wanita-wanita anshar tersebut mengenakan jilbab-jilbab berwarna hitam.

Oleh karena itulah jika keluar rumah, hendaklah wanita memakai pakaian yang berwarna gelap, tidak menyala dan berwarna-warni agar tidak menarik pandangan orang. [Dan tidak harus berwarna hitam, apalagi di sebagian daerah yang masyarakatnya memandang warna hitam itu menyeramkan]. Wallahu a’lam”.

Jadi di sebagian tempat warna pakaian hitam yang dikenakan oleh seorang muslimah itu bisa jadi menjadi pakaian syuhroh ketika warna hitam di daerah tersebut dinilai adalah warna yang “menyeramkan” sehingga dalam kondisi seperti ini sangat tidak dianjurkan untuk memakai warna hitam.


Jilbab Hitam Menurut Ulama Yaman

Sebagian muslimah yang taat beragama beranggapan bahwa satu-satunya warna pakaian muslimah yang ‘nyunnah’ adalah hitam. Jika ada yang berpakaian dengan warna selain hitam -apapun warnanya- maka dia belum menjadi muslimah sejati. Lebih parah lagi, ada yang beranggapan bahwa warna hitam adalah tolak ukur muslimah yang bermanhaj salaf. Artinya jika warna pakaian seorang muslimah bukan hitam maka dia bukan muslimah salafiyyah (muslimah yang bermanhaj salaf).
Untuk menilai anggapan di atas, marilah kita simak fatwa salah seorang ulama ahli sunnah di Yaman saat ini yaitu Syeikh Abdullah bin Utsman adz Dzimari. Fatwa ini beliau sampaikan dalam sesi tanya jawab setelah ceramah ilmiah yang beliau sampaikan dengan judul ‘Barokah Tamassuk bis Sunnah’ (Keberkahan Berpegang Teguh dengan Sunnah/Ajaran Nabi). Ceramah ini beliau sampaikan pada tanggal 19 Shofar 1427 H di radio ad Durus as Salafiyyah minal Yaman. Fatwa beliau tentang warna pakaian muslimah ini tepatnya ada pada menit 59:47- 1:02:39. Rekaman kajian ini ada pada kami.
Berikut ini transkrip fatwa beliau dan terjemahnya.

\القارئ: هذا السائل من ليبيا يقول ما الضابط للون بالنسبة لحجاب المرأة المسلمة الشرعي؟

Moderator mengatakan, “Ada seorang penanya dari Libia yang mengajukan pertanyaan sebagai berikut. Apa warna yang pas untuk pakaian muslimah yang sejalan dengan syariat?”

الجواب: اللون هو أحسن الألوان بالنسبة لحجاب المرأة هو لون الأسواد لأن الغالب علي هذا اللون أنه لا يكون ملفتا للرجال.

Jawaban Syeikh Abdullah adz Dzimari, “Warna terbaik untuk pakaian seorang wanita adalah hitam dengan dua alasan. Alasan pertama, warna hitam biasanya tidak menarik dan memikat pandangan laki-laki.

الأمر الثاني أن عائشة-رضي الله عنها- عندما ذكرت بعض نساء الصحابة -في رواية:نساء المهاجرين, و في رواية: نساء الأنصار- “رحم الله نساء المهاجرين عندما نزلت آية الحجاب عمدن إلي مروطهن وشققنها وحتي أصبحن كالغربان”.

Alasan kedua, ketika Aisyah menceritakan sebagian istri para shahabat – pada satu riwayat dikatakan ‘istri para shahabat Mujahirin’ namun pada riwayat yang lain disebutkan ‘istri para shahabat Anshor- “Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada para istri shahabat Muhajirin. Ketika ayat tentang jilbab turun, mereka robek kain korden lalu mereka kenakan sebagai jilbab sehingga mereka seperti burung gagak”.

عائشة تشابه النساء كالغراب و الغراب يكون كله أسود اللون لا يري عليه أثر البياض. فهذا هو الأقرب و يكون بعيدا من أي لون أو تفصيل أو شكل للزينة.
هذا من ناحية اللون.

Dalam riwayat ini, Aisyah menyerupakan para shahabiyah dengan burung gagak. Sedangan buruk gagak itu seluruh tubuhnya berwarna hitam. Tidak ada warna putih sedikitpun. Inilah warna yang tepat karena dengan memakai warna pakaian seperti ini maka wanita yang bersangkutan terhindar dari warna pakaian, corak dan motif yang menari perhatian lawan jenis.

و أما من ناحية الصفات فبعض أهل العلم ذكرثمان الصفات للحجاب الشرعي. أن يكون الحجاب فضفاضا واسعا, لا ضيقا, و أن يكون سميكا غليظا, لا شفافا و أن يكون هذا الحجاب من ثياب النساء, لا من ثياب الرجال و أن يكون سابغا للجسد كله لا يظهر شيئا من الجسد و أن يكون خاليا من العطور والبخور و غيرها من روائح. لأنها إذا خرجت لا يحل لها أن تخرج متعطرة أو متبخرة. وكذلك أن لا يكون ثوب الزينة. وكذلك أن لا يكون ثوب الشهرة. وكذلك أن لا تكون المرأة متشابة به بالكافرات.
فمثل هذه الأوصاف ينبغي أن تراعي في الحجاب.

Tentang criteria pakaian muslimah yang sesuai syariat, sebagian ulama menyebutkan ada delapan kriteria.

1. Longgar, lapang dan tidak ketat
2. Tebal dan tidak transparan
3. Model pakaian yang dipakai adalah model pakaian wanita, bukan model atau bentuk pakaian laki-laki
4. Menutup badan secara sempurna sehingga tidak ada satupun bagian badan yang nampak
5. Tidak diberi wewangian karena ketika keluar rumah seorang wanita dilarang untuk mengenakan wewangian
6. Tidak menarik perhatian lawan jenis
7. Bukan pakaian tampil beda yang menyebabkan orang yang memakainya menjadi kondang di masyarakat
8. Bukan model pakaian yang menjadi ciri khas wanita kafir sehingga dengan memakainya muslimah tersebut menyerupai wanita kafir. Inilah kriteria yang harus dipenuhi ketika seorang muslimah hendak berpakaian dengan sempurna.

و أما اللون فقد سمعتم. و إذا كان هناك لون آخر هادئ و هو مشهور في أوساط البلد اللتي تعيش فيهاهذه المرأة و لا تكون منفردة به فلا مانع إذا كان غير ملفت.

 Tentang warna, telah kalian ketahui warna yang terbaik. Namun jika memang ada warna lembut(tidak mencolok) selain hitam yang biasa dipakai oleh para wanita di masyarakat setempat sehingga jika ada seorang muslimah yang mengenakannya maka dia tidak menjadi nyleneh di masyarakatnya maka tidak terlarang selama warna pakaian tersebut tidak menarik perhatian lawan jenis.

Sampai di sini penjelasan Syeikh Abdullah adz Dzimari.
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa warna pakaian muslimah selain hitam itu diperbolehkan selama tidak menarik perhatian lawan. Tolak ukur penilaian warna yang menarik perhatian dan tidak adalah ‘urf atau nilai yang berlaku di masyarakat.
Oleh karenanya memakai warna pakaian semacam itu tidaklah menurunkan kadar dan kualitas ke-ahlisunnah-an atau ke-salafi-an seorang muslimah.
Oleh sebab itu menilai seorang muslimah itu salafiyyah ataukah bukan dengan melihat warna jilbabnya hitam ataukah bukan adalah suatu hal yang keliru dan sangat tidak berdasar.
Meski tidaklah kita ingkari bahwa memilih warna hitam sebagai pakaian muslimah itu yang lebih afdhol. Akan tetapi yang sangat merisaukan adalah ketika warna hitam ini dijadikan tolak ukur dan parameter apakah seorang wanita itu salafiyyah ataukah bukan tanpa dasar dalil dan ilmu.

ummu daffa
owner :mumtaz hijab syar'i

http://www.novieffendi.com/2012/01/fiqh-jilbab-wanita-muslimah-sesuai.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar